1. Lima Model dalam Administrasi Negara
A. Model Birokrasi Klasik
Model
birokrasi ini mempunyai dua komponen dasar, yang pertama adalah
mempunyai struktur atau kerangka suatu organisasi, yang kedua adalah
cara-cara yang digunakan untuk mengatur orang-orang dan pekerjaan dalam
kerangka organisasi. Dalam model birokrasi klasik struktur dan manajemen
mempunyai hubungan yang sangat erat, itu terlihat jelas dalam literatur
tentang reorganisasi. Apabila manajemen atau produktuvitas berada dalam
kesulitan, pengambilan jalan kearah reorganisasi untuk merancangkan
kembali mesin, untuk menetapkan kembali struktur, merupakan praktek
birokrasi yang biasa.
Masalah
yang bersangkut paut dengan model birokrasi klasik adalah bahwa baik
para praktisi maupun para sarjana telah mencoba ilmu terapan yang ketat
tentang kerangka organisasi atau tentang manajemen organisasi. Yang
berarti masalah itu adalah menciptakan rancangan-rangcangan yang cocok
dengan sasaran-sasaran organisasi yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
para pekerja. Dan diinginkan oleh masyarakat.
Menyelanggarakan
suatu fungsi publik sepenuh mungkin untuk sejumlah uang yang tersedia
merupakan hal yang fundamental untuk setiap teori atau model dalam
administrasi negara. Begitu pula penyelenggaraan program-program publik
untuk jumlah uang yang sedikit mungkin adalah sama mendasar dengan
pengertian tentang suatu administrasi negara yang efektif. Bahwasyanya
suatu organisasai harus sereproduktif mungkin, yakni menyediakan
kuantitas dan kualitas pelayanan yang menyamai kebutuhan-kebutuhan yang
terungkap dari suatu persekutuan hidup (kolektivitas).
Karena
itu nilai-nilai efisiensi dan ekonomi adalah suatu bagian dari
administrasi negara. Dengan demikian masalahnya bukan berhubungan dengan
nilai-nilai yang digunakan untuk memaksimumkan dalam model-model
birokrasi klasik. Masalahnya terletak pada cara yang dipandang bisa
digunakan untuk mencapai efisiensi, ekonomi dan produktivitas.
B. Model Neobirokrasi
Model neobirokrasi merupakan salah satu produk era behavioraldalam
ilmu social. Nilai-nilai yang hendak dimaksimumkan dalam model ini pada
umumnya sama dengan nilai-nilai birokrasi, karena itu dinamakan
“neobirokrasi”. Dalam kebanyakan hal yang lainmodel-model itu berbeda.
Model birokrasi menekankan struktur, pengendalian, dan prinsip-prinsip
administrasi dengan unit analisa yang biasanya berupa kelompok kerja,
instansi, departemen, atau pemerintahan-pemerintahan keseluruhan.
Nilai-nilai yang akan dicapai adalah efektivitas, afisiensi, atau
ekonomi. Dalam model neobirokrasi, keputusan merupakan unit analisa yang
lebih umum, dengan proses pembuatan keputusan menjadi fokus sentralnya.
Pola pemikirannya bersipat “rasional” yakni keputusan-keputusan dibuat
agar sebanyak mungkin mencapai tujuan tertentu. “ Ilmu manajemen” yang
modern, analisa sistem, dan penelitian oprasi dibangun di atas
karya-karya permulaan Herbert Simon, James March, dan Richard Cyert.
Para teoritisi ini memperkaya karya mereka dengan suatu pemahaman yang
mendalam tentang pola-pola pengendalian organisasi yang formal maupun
informal, batas-batas rasionalitas, dan semacamnya, tetapi versi-versi
yang mendasar dari aliran neobirokrasi tetap tinggal dengan logika asli
cara-tujuan yang berkembang dari positivisme logis. Kesamaan-kesamaan
yang dekat antara analisis cara-tujuan dari model neobirokrasi dan
dikotomi kebijakan-administrasi dari model birokrasi adalah jelas.
Sasaran-sasaran penelitian operasi, analisa sistem, analisa kebijakan,
dan ilmu-ilmu manajemen pada pokoknya sama dengan sasaran-sasaran para
teorisi birokrasi. Akan tetapi karya mereka sangatlah rumit dan
betul-betul membantu pencapaian efesiensi, ekonomi dan produktivitas.
Pendekatan-pendekatan
moderen pada analisa kebijakan sangant menmulngkinkan para
administrator atau akademisi untuk menilai akibat atau hasil operasi
program-program publik dengan lebih efektif dari pada di masa lampau.
Akan tetapi analisa-analisa yang modern dan pengukur-pengukur
produktivitas bisa mempunyai logika yang sama lemahnya dengan yang
terjadi pada paradma birokrasi klasik. Apabila memang keliru untuk
beranggapan bahwa hirarki, sentralisasi, dan perintah manajerial akan
mencapai efesiensi, ekonomi dan produtivitas, barangkali juga keliru
untuk beranggapan bahwa analisa kebijakan akan mencapai tujuan-tujuan
itu.
C. Model Institusi
Model
intuisi adalah penjelmaan era bihavioral, terutama adalam sosiologi dan
ilpu politik. Versi yang permulaan dan secara empiris berharga darui
model ini bisa didapatkan dalam studi-studi yang dihasilkan oleh Program
Kasus Antar Universitas (interuniversity case program).
Pada
teoritis intuisi kurang berurusan dengan bagaiman merancangkan
organisasi yang efisien efektif, dan produktif, namun lebih dengan
bagaimana menganalisa dan memahami birokrasi-birokrasi yang ada.
Sarjana-sarjana Administrasi Negara yang masuk kategori intuisi tampak
agak kurang tertarik kepada bagaimana membuat pemerintahan yang lebih
efisien, ekonomis, atau produktif dibanding dengan semata-mata
menyelidiki betapa kompleknya organisasai-organisasi berperilaku.
Analisa
dan sintesa Frederic Mosher atas perilaku atau pengelompokan
fropesional birokrasi publik tertentu secara empiris maupun logis
berharga. Analisa perbandingan Amitasi Etzioni tentang organisasi yang
komples adalah sama lengkapnya seperti pengintegrasian ciri-ciri
perilaku birokrasi.
Apabila
teori organisasi dan model intuisi sudah mulai berkembang dengan baik
sebagia mana dikemukakan disini, apakah landasan-landasan normatif yang
menjadi sanadaran batang tubuh pengetahuan ini?
Seperti
biasa, sarjana-sarjana penganut aliran perilaku sekedar menghindari
persoalan-persoalan normatf, menyatakan bahwa tugas mereka adalah
menggambarkan organisasi, tidak menganjurkan resep-resep pemecahan.
Namun ada aliran-aliran normatif yang kuat dalam model intuisi. Salah
satu aliran ini bisa digolongkan sebagai aliran para sarjana yang
menaruh perhatian besar dalam menganalisa birokrasi dan mengetahuinya
sebagai sesuatu yang kuat, menolak perubahan, tampak diluar kendali
legislatif atau eksekutif, cenderung mengucil atau mengunci rapat
teknologinya dan menjamin sumber-sumber pendapatannya, dan cenderung
berurusan dengan dirinya sendiri terutama kelangsungannya.sesudah pola
prilaku ini dikenali, sarjana itu mengamati bahwa birokrasi itu buruk
dan harus dipikirkan cara-cara untuk mengendalikannya.
Salah
satu dari sedikit saja usaha terperinci untuk mempertahankan
nilai-nilai model intuisi dilakukan oleh Charles Lindbloom yang
mempersoalkan bahwa rasionalitas bukan hanya tidak mungkin, melainkan
juga tidak patut diinginkan. Dalam karyanya, The Intelegence of Democracy: Decision-Making through Mutual Adjusmenet,
dia mengemukakan bahwa birokrasi membuat keputusan-keputusan satu-demi
satu, bahwa ini merupakan tawar menawar dan kompromi-kompromi keputusan
(sebenarnya tawar-menawar dan kompromi-kompromi dari para elit kelompok
kepentingan), dan bahwa mereka menggerakan pemerintahan secara sedikit
demi sedikit kearah sasaran-sasaran yang kabur. Hanya melalui
pengambilan keputusan satu demi satu, keahlian dan kecakapan birokrasi
itu dapat di integrasikan dengan kecenderungan-kecenderungan kebijakan
dan bias-bias politik para pejabat yang terpilih.
D. Model Hubungan Kemanusiaan
Model
hubungan kemanusiaan bagaimanapun juga merupakan suatu reaksi terhadap
model-model birokrasi klasik dan model neobirokrasi. Penekanan atas
pengendalian, struktur, efisiensi, ekonomi, dan rasionalitas dalam teori
birokrasi sesungguhnya mengundang berkembangnya gerakan-gerakan
kemanusiaan. Bila dilacak sampai kepada percobaan Hawthon dan
karya-karya Helton Mayo serta kolega-koleganya, gerakan hubungan
kemanusiaan talah berkembang menjadi teori bangunan teori yang amat
empitis dan betul-betul berdasar penelitian.
Penerapan model kemanusiaan pada pokoknya terwujud dalam dinamika kelompok, latihan kepekaan (sensitiviti training),
dan pengembangan organisasi. Penekanan dalam gerakan-gerakan latihan
ini jelas mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari model hubungan
kemanusiaan: partisipasi pekerja dan klien dalam pembuatan keputusan,
pengurangan dalam diferensiasi status, pengurangan dalam persaingan
antar perseorangan, dan penekanan pada keterbukaan, kejujuran,
aktualisai diri, dan kepuasan umum pekerja. Model-model birokrasi klasik
dan neobirokrasi (dengan kemungkinan kekecualian para teoritis
keputusan rasional) jelas merupakan pelukisan empiris yang jujur atas
administrasi negara. Akan tetapi ada cukup pertanyaan mengenai dampak
model hubungan kemanusiaan terhadap administrasi pemerintahan.
Penggambaran
terbaik yang ada tentang pertentangan nilai antara model-model ini
telah dilakukan oleh David K. Hart dan William Scott. Pertama-tama
mereaka menggambarkan kesamaaan-keasamaan luar biasa antara teaorisi
politisi yang klasik Thomas Hobbes dan Frederick Tailor, bapak manajemen
ilmiah:
- hakikat manusia pada pokoknya jahat, malas dan lamban.
- oleh karena itu harus dilakukan pengawasan supaya orang yang jahat tidak saling merusak satu sama lain.
- sebaiknya, pengawasan-pengawasan ini taersentralisir dan otokratis.
- meskipun pengawasan otokratis atas masyarakat (Hobbes) atau organisasi (Taylor) mengakibatkan sedikit kehilangan kemerdekaan, namun mereka juga memberikan keuntungan-keuntungan material, efisiensi, dan prediktabilitas.
Scott dan Hart kemudian melukiskan kesamaan antara filsafat politik Jean Jacque Ressou dan Douglas McGroger:
- manusia dalam dirinya sendiri baik, saedangkan organisasi-organisasi atau peamerintah-paemerintah bisa jadi buruk.
- manusia harus mengatasi lembaga-lembaga mereka dengan satu keasadaran baru, dengan pelepasan kekuatan emosional, dan daengan mengembangkan struktur-struktur baru yang memungkinkan keterbukaan, kejujuran dan otensitas-hubungan kerja.
- struktur-struktur yang baru didasarkan atas suatu kaehendak umum atau suatu konsensus, dan mereka tidak bersetuju harus “dilihat” agar “bebas”.
E. Model Pilihan Publik
Versi
modern dari ilmu ekonomi politiksekarang biasanya ditunjukan sebagai “
ilmu ekonomi nonpasar”atau “pendekatan publik”. Perangkat pengetahuan
ini kaya dengan tradisi dan keketaatan intelektual, tetapi agak miskin
dengan bukti-bukti empiris. Sekalipun demikian para
teoritisi ppilihan publik telah dan akan terus punya pengaruh penting
terhadap administrasi negara Amerika. Dalam bukunya The Intellectual Crisis in American Publik Administration karya
Vincent Ostrom, dia membandingkan sudut pandangan administrasi negara
yang dikembangkan oleh Woodrow Willson, yang dia sebut teori birokrasi,
dengan sudut pandangan para teoritisi pilihan publik, yang dia sebut
suatu “paradigma administrasi demokrasi”. Dalam penilaian Ostrom, sudut
pandang Wilson merupakan suatu keberangkatan yang bersemangat dari sudut
pandang Hamilton-Madison tentang hakekat pemerintaha. Namun keduanya
dapat dilacak lebih langsung pada filsafat politik Hobbes. Paradigma
Willson, atau paradigma birokratis, mempunyai komponen-komponen berikut:
akan senantiasa ada pust kekuasaan yang domonan dalam setiap sistem
pemerintahan. Lapangan politik menetapkan tugas untuk administrsi,
tetapi lapangan administrasi terletak diluar lingkup yang wajar dari
politik. Kesempurnaan dalam tatanan-tatanan hirarki dari kepegawaian
negeri yang secara profesional terlatih memberikan kondisi-kondisi
struktural yang perlu untuk administrasi yang “baik”, dan kesempurnaan
administrasi yang “baik” sebagaimana dinyatakan merupakan suatu kondisi
yang perlu untuk modernitas dalam peradaban manusia dan untuk kemajuan
kesejahteraan manusia.
Penyediaan
barang-barang dan pelayanan-pelayanan publik bergantung kepada
keputusan-keputusan yang diambil oleh kelompok-kelompok pengambilan
keputusan yang berbeda-beda, dan kelayakan politik masing-masing usaha
kolektif tergantung pada serangkaian keputusan yang menguntungkan dalam
semua struktur keputusan pokok sepanjang waktu. Administrasi negara
bearada dalam ruang lingkup politik. Serangkaian aturan yang
berbeda-beda dapat digunakan untuk menyediakan berbagai macam baranag
dan jasa kemasyarakatan. Organisasi-organisasi semacam itu bisa di
koordinasikan melaui aturan multiorganisasional, termasuk perniagaan dan
pengontrakan dengan keuntungan timbal balik, persaingan ketat,
pengadilan, dan kekuasaan untuk memerintah dalam hirarki-hirarki yang
terbatas.
Keseluruhan
paradigma administrasi Negara berangkat dari dan bermuara pada
peranannya selaku “abdi seluruh masyarakat.” Dengan demikian jelas bahwa
dalam menyelenggaraan fungsinya, baik yang bersifat pengaturan maupun
pelayanan, administrasi Negara perlu mengupayakan agar ciri ideal ini
dimilikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar