Nama :
Habibah Juniarti
NIM :
07101001031
Fak/Jur :
ISIP/AN
Mata Kuliah :
Ekologi Administrasi
Dosen Pengasuh :
Drs. Gatot Budiarto, MS
Good Governance adalah tata pemerintahan yang baik, bersih
dan berwibawa. Terkait dengan itu, pemerintah yang bersih (clean government)
dan bebas KKN. Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen
birokrasi, antara lain kelembagaan, sumber daya manusia aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik. Beberapa
contoh reformasi, birokrasi, misalnya reformasi kelembagaan dan kepegawaian,
keuangan, perbendaharaan, perencanaan dan penganggaran, keimigrasian,
kepabeanan, perpajakan, pertanahan, dan penanaman modal. Hal yang penting dalam
reformasi birokrasi adalah perubahan mind-set dan culture-set serta
pengembangan budaya kerja. Reformasi Birokrasi diarahkan pada upaya-upaya
mencegah dan mempercepat pemberantasan korupsi, secara berkelanjutan, dalam
menciptakan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good
governance), pemerintah yang bersih (clean government), dan bebas KKN.
Dalam Ekologi Administrasi permasalahan korelasi antara
korupsi dan reformasi birokrasi ini dapat di analisis melalui beberapa
pendekatan yaitu, lingkungan
umum, lingkungan khusus, pengaruh input, output, serta strategi terhadap
pemecahan masalahnya.
Lingkungan
umum, yaitu lingkungan yang mempengaruhi administrasi secara tidak langsung
atau kurang dirasakan secara langsung seperti keadaan ekonomi, politik, sosial
maupun budaya. Berkaitan dengan hal tersebut dalam hal ini lingkungan umum
mencakup Kendala terbesar yang harus dihadapi dalam melakukan reformasi
birokrasi adalah masih kuatnya budaya feodalisme dan perilaku korup di
birokrasi. Hal ini merata mulai dari tataran tertinggi sampai pada tataran staf
biasa. Bahkan sepertinya, perilaku korup dan budaya feodal sudah menjadi
hakikat birokrasi. Selain itu, daya tarik politik yang melekat di tubuh
birokrasi pemerintahan sebagai akibat dari politisasi birokrasi yang terjadi.
Selanjutnya berkaitan dengan lingkungan khusus yaitu
lingkungan yang mempengaruhi secara langsung terhadap administrasi seperti
pemerintah, kelompok penekan, asosiasi maupun kelompok-kelompok lainnya.
Berkaitan dengan hal ini adalah, Pemerintah RI, dalam
hal ini pemerintah berperan penting dalam upaya pemberantasan korupsi, baik
melalui tindakan langsung maupun melalui kebijakan- kebijakan yang akan dibuat.
Dalam menangani kasus korupsi, pemerintah harus menentukan prioritas dari kasus
yang harus diselesaikan terlebih dahulu, jangan membiarkan kasus menumpuk dan
akhirnya tidak mendapat kejelasan dan penyelesaian yang tuntas.
Para aktor politik mengemban amanah
besar untuk masyarakat, yakni melindungi dan mensejahterkan mereka. Terkadang terlihat
bahwa telah terjadi perubahan prioritas dalam tubuh elite politik, yang
seharusnya memanfaatkan ilmu dan kekuasaan yang dimiliki untuk kesejahteraan
dan pembangunan bangsa, melainkan memanfaatkan kepercayaan rakyat dengan
menggunakan kekuasaan untuk menggerogoti pundi- pundi Negara yang sebagian
besar merupakan hak rakyat.
Lembaga BPK Lembaga BPK juga
berperan penting dalam usaha memberantas korupsi, yakni melalui pengawasan
internal dan eksternal birokrasi. Namun, temuan BPK ini harus mendapat tindak
lanjut oleh pemerintah. Yang terjadi pada saat ini, setelah adanya temuan
tersebut terdapat upaya-upaya untuk menyembunyikan kasus tersebut, kemungkinan
kasus tersebut melibatkan para aktor politik.
Masyarakat Masyarakat harus
mengambil peranan dalam pemberantasan korupsi, baik dengan mengawasi, ataupun
menyuarakan secara langsung/ tidak langsung aspirasinya. Selain itu frame
masyarakat terhadap anggapan bahwa gaji PNS besar harus di ubah, agar tidak
adanya upaya yang tidak wajar untuk mendapatkan jabatan di dalam birokrasi.
Selanjutnya Input yang Menyebabkan
Reformasi Terganggu, Saya berpendapat, apabila masih ada kasus korupsi di
kementerian khususnya pada level PNS karier, itu berarti pemerintah belum bisa
membuat kementerian sebagai sebuah sistem birokrasi reformasi yang baik.
Pemerintah maupun unit-unit pelaksana kebijakan membuat design perekrutan yang
memungkinkan ada permainan uang di sana. Sekarang menjadi seorang PNS saja
harus memberikan uang, ada proyek harus ada uang lobby, seharusnya dibuat
sistem seleksi dari awal yang bebas dari KKN bahkan permainan uang. Sayangnya
permainan uang itu sulit dibuktikan, saya juga menilai, apabila ada sebuah
tender proyek di bawah sebuah lembaga kementerian, maka tender harus
dilaksanakan secara terbuka kepada publik, agar publik bisa mengkontrolnya,
Sampai saat ini kepercayaan
masyarakat (public trust) terhadap pemerintah masih berada pada posisi yang
sedemikian rendah. Dalam pandangan masyarakat, sederhananya, pemerintah yang
dimaksud mengacu kepada para PNS yang duduk dan ada di kantor-kantor
pemerintahan. PNS ini bahkan terkadang diposisikan sebagai ‘musuh bersama’
lantaran perilaku mereka yang lebih sebagai tuan ketimbang pelayan masyarakat.
Begitu juga Output yang
Menyebabkan Reformasi Terganggu Ada pameo yang berkembang dikalangan masyarakat
bahwa PNS memiliki budaya kerja yang berkebalikan dari hal-hal yang lazim di
masyarakat. Pameo tersebut adalah; (a) Kalau bisa dipersulit, buat apa
dipermudah; (b) Kalau bisa berbayar, buat apa digratiskan; dan (c) Kalau bisa
diperlambat, buat apa dipercepat. Serta berbagai macam pameo sejenis yang
sifatnya negatif.
Begitu juga mengenai penambahan
gaji PNS yang dirasakan bukannya menambah kualitas kinerja, malah membuat para
aktor yang bersangkutan seolah bermalas-malasan. Hal ini tidak bisa dipungkiri
keberadaannya, namun ini juga tidak bisa menjadi alasan untuk mengatakan bahwa
hal seperti ini merupakan hakekat dari birokrasi pemerintahan. Hal seperti ini
adalah anomali dalam kehidupan PNS. Sebab itulah maka upaya untuk melakukan
reformasi birokrasi tidak bisa ditunda lagi, anasir-anasir negatif dalam tubuh
birokrasi perlu segera disingkirkan.
Spirit utama reformasi birokrasi
di Indonesia adalah terciptanya penyelenggaraan negara yang bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sebab birokrasi yang sarat dengan perilaku KKN,
diyakini sebagai salah satu penyebab keterpurukan bangsa ke dalam kubangan
krisis mutlidimensional. Hal ini pula yang membuat negara ini terkesan lamban
dan gagap dalam menjawab tuntutan dan kebutuhan publik yang menjadi tanggung
jawab birokrasi.
Berikut rangkuman terhadap
permasalahan yang terjadi antara korelasi korupsi dan reformasi birokrasi
beserta solusi yang dapat menjadikan jawaban atas kekhawatiran selama ini:
Empat
Masalah, Tujuh Kelemahan, dan Lima Prasyarat Empat masalah, terdiri atas (1)
berbagai keluhan masyarakat kurang direspons aparatur; (2) belum ada data awal
yang pasti dan sama; (3) tolok ukur keberhasilan belum jelas; dan (4) belum ada
analisis yang jelas mengapa pemberantasan korupsi sejak era Presiden Soekarno,
Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri, sampai Susilo
Bambang Yudhoyono belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.
Tujuh kelemahan yang menonjol: (1) lemahnya
kehendak pemerintah atau political will/government will; (2) belum ada kesamaan
persepsi dan pemahaman tentang visi, misi, tujuan dan rencana tindak tidak
jelas; (3) kurang memanfaatkan teknologi informasi (e-government,
e-procurement, information technology) dalam pemberantasan KKN; (4) belum ada
kesepakatan menerapkan SIN (single identification/identity number) tentang data
kepegawaian, asuransi kesehatan, taspen, pajak, tanah, imigrasi, bea-cukai, dan
yang terkait lainnya; (5) masih banyak duplikasi, pertentangan, dan
ketidakwajaran peraturan perundang-undangan (ambivalen dan multi-interpreted);
(6) kelemahan dalam criminal justice system (sistem penanggulangan kejahatan);
penanggulangan kejahatan (criminal policy) belum efektif menggunakan media masa
dan media elektronika, kurangnya partisipasi masyarakat, sanksi terlalu ringan
dan tidak konsisten, dan criminal policy belum dituangkan secara jelas dalam
bentuk represif (criminal justice system), preventif (prevention without
punishment), dan pencegahan dini (detektif); dan (7) belum ada konsistensi yang
didukung kesungguhan atau keseriusan pemerintah dalam pemberantasan KKN.
Lima
prasyarat keberhasilan pemberantasan korupsi: (1) deregulasi peraturan
perundang-undangan yang memberi peluang KKN dan ada kehendak yang
sungguh-sungguh dan serius untuk memberantas korupsi (Inpres 5/2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi merupakan salah satu komitmen yang harus
ditindaklanjuti dengan tindakan nyata). (2) sistem dan mekanisme pelayanan
publik yang memanfaatkan teknologi informasi (TI): e-government,
e-procurement, e-office, e-business. (3) penerapan dan pemanfaatan SingleIdentification/Identity
Number (SIN) untuk setiap urusan masyarakat yang diharapkan mampu mengurangi
peluang penyalahgunaan. (4) peraturan perundang-undangan yang saling menunjang
dan memperkuat; dan (5) penataan atau pembaharuan Criminal Justice System (CJS)
yang memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar